Program Guru Pembelajar Untuk Pendidikan Yang Berkualitas
Carut marut permasalahan dunia pendidikan di negeri gemah ripah loh jinawi ini seperti tidak ada habisnya. Berbagai pemberitaan miring dan negatif tentang dunia pendidikan kita lebih mendominasi ketimbang kabar baik, prestasi atau keberhasilan siswa yang membanggakan. Mata dan telinga kita sudah sedemikian akrab dengan kasus guru SD memukul siswanya, orang tua siswa menganiaya guru dari anaknya, siswa Indonesia di rangking terbawah saat test PISA, tawuran antar pelajar, seks bebas dan kasus narkoba di kalangan para pelajar.
Hanya sesekali dan itupun selewat saja kita mendapati berita mengenai prestasi anak-anak bangsa diliput oleh media. Berapa banyak pembaca yang mengetahui siswa SMP Indonesia berhasil menyabet emas di Olimpiade Sains Internasional (TIMC) yang digelar di Chiang Mai, Thailand, pada 14-20 Agustus 2016?
Atau yang baru saja terjadi, tentang tim mahasiswa dari UGM yang berhasil menjadi juara 1 dalam Kompetisi Ideation Challenge Asia-Pacific pada 21-23 Oktober 2016 di Bangkok, Thailand? (ugm.ac.id tanggal 4-11-2016)
Andreas Gandhi Hendra Pratama, Ricky Julianjatsono, serta Fajri Nurwanto meraih juara pertama dalam kompetisi Ideation Challenge Asia-Pacific 2016 pada 21-23 Oktober lalu di Bangkok, Thailand. (Sumber gambar: http://ugm.ac.id) |
Menyikapi pelbagai permasalahan pendidikan di Indonesia, pemerintah dalam hal ini Kementerian Pendidikan Republik Indonesia dan segala perangkatnya bukannya diam saja. Perubahan kurikulum dan kebijakan yang digulirkan di tiga tahun terakhir ini bisa jadi satu bentuk upaya pemerintah dalam mencari solusi atas permasalahan yang melanda dunia pendidikan di Indonesia.
Pergantian menteri pendidikan di Indonesia yang dalam jangka waktu tiga tahun berlangsung tiga kali inipun kiranya adalah bagian dari upaya Pemerintah memberi kesempatan orang-orang terbaik untuk bekerja mengatasi permasalahan pendidikan di Indonesia secara tepat, cepat dan efektif.
Revisi Kurikulum 2013
Sayangnya, permasalahan pendidikan di Indonesia begitu kompleks . Berbagai persoalan muncul seiring dengan digulirkannya kebijakan baru. Salah satu masalah pendidikan di Indonesia yang sudah berlangsung cukup lama tapi masih tetap menyisakan banyak persoalan adalah Kurtilas atau Kurikulum 2013.
Penerapan Kurikulum 2013 secara yang oleh sebagian guru sering dipelesetkan menjadi kurikulum tidak jelas ini, alih-alih mampu memberikan kontribusi terhadap perbaikan mutu pendidikan di Indonesia, malah menambah kebingungan para guru dalam menerapkannya di dalam kelas. Terutama untuk para guru pada jenjang pendidikan dasar yang menggunakan model pembelajaran tematik, suatu konsep pembelajaran baru yang tidak lazim mereka gunakan pada proses pembelajaran sebelumnya.
Infografis perubahan Kurikulum 2013. Sumber: https://kominfo.go.id |
Terlepas dari perlu tidaknya kurikulum diganti menjadi kurikulum 2013--karena memang tidak adanya kajian tentang evaluasi kurikulum sebelumnya, semestinya para guru sebagai ujung tombak pelaksana di kelas dan di lapangan harus dipastikan paham dan mampu mengimplementasikannya terlebih dahulu.
Bagaimana guru dapat mendidik dan membentuk karakter siswanya jika untuk hal mendasar seperti membuat rencana pelaksanaan pembelajaran saja masih kebingungan?
Gonjang-ganjing kurikulum 2013 akhirnya sedikit mereda di era Bapak Joko widodo setelah dicopotnya menteri pendidikan Bapak Mohammad Nuh dan digantikan oleh menteri Baru Bapak Anies Baswedan. Sosok yang terkenal dengan program Indonesia Mengajar nya ini di awal masa jabatannya langsung mengambil langkah strategis; kurikulum 2013 yang oleh Bapak Muhammad Nuh direncanakan akan tuntas terlaksana di seluruh sekolah Indonesia pada tahun 2015, diberlakukan secara terbatas untuk sekolah-sekolah pioner. Sedangkan untuk sebagian besar sekolah lainnya yang baru mengimplementasikan disarankan kembali ke KTSP 2006 sambil menunggu kajian kelayakan penerapan Kurikulum 2013.
Alhasil segala jerih payah pelatihan, buku-buku paket, bahkan permendikbud-permendikbud yang saya yakin dalam pembuatannya menelan anggaran yang cukup besar akhirnya 'muspro' tanpa hasil. Ironisnya, hingga menjelang masa jabatannya berakhir, Pak Anies justru tidak menyentuh hal ini tapi malah gencar mengkampanyekan program-program barunya yang lebih menitik beratkan kepada sekolah yang menyenangkan, sekolah sahabat keluarga, dan program guru pembelajar yang sampai saat ini masih terus berjalan.
Gebrakan Anies Baswedan
Sebenarnya gerakan yang diinisiasi oleh Pak anies di atas cukup bagus dan menyentuh langsung permasalahan, terutama yang terkait dengan upaya membuat sekolah menjadi taman yang menyenangkan untuk belajar siswa. Kebijakan populis dengan tidak lagi menyertakan nilai UN sebagai salah satu pertimbangan syarat kelulusan jelas merupakan langkah berani dan relevan dengan yang dimaui kurikulum 2013.
Demikian pula pelbagai kebijakan yang mengarah ke upaya mengajak orangtua ikut ambil bagian dalam pendidikan anak, seperti gerakan mengantar anak sekolah di hari pertama, mengedukasi pentingnya peran orang tua dalam perkembangan anak dan program sekolah aman ditindaklanjuti melalui penerbitan permendikbud dan pembuatan laman-laman rujukan serta media komunikasi dengan orang tua.
Hanya saja--yang disayangkan, justru pada akhir masa jabatannya muncul permendikbud-permendikbud baru tentang kurikulum 2013 yang bukannya memberikan solusi/penyederhanaan, malah semakin membingungkan para praktisi dunia pendidikan, terutama para guru. Belum tuntas dalam memahami peraturan yang ada sudah muncul lagi peraturan baru. Padahal di satu sisi guru selalu mendapat tekanan dari pengawas dan atasannya terkait dengan kelengkapan administrasi mengajar yang harus sesuai dengan peraturan terbaru.
Permendikbud nomor 20, 21, 22, 23, 24 tahun 2016 yang dikeluarkan serentak pada tanggal 6-7 juni 2016 itu terkesan terburu-buru dan dikejar tenggat waktu. Efeknya dalam implementasi kurikulum 2013 di sekolah tidak ada perubahan berarti. Justru di beberapa pasal yang menghentikan pemberlakuan permendikbud lama yang dikeluarkan oleh Bapak M. Nuh dan pasal-pasal yang tumpang tindih dengan permendikbud lama berhasil membuat kebingungan para guru.
Wacana Kontroversial Mendikbud Muhadjir Effendy
Hanya selama satu tahun sembilan bulan Anies Baswedan berada di Kabinet Kerja untuk kemudian digantikan dengan sosok baru--Menteri Pendidikan kita yang sekarang ini--Bapak Muhadjir Effendy. Dengan track record sebagai seorang guru besar di Universitas Negeri Malang sekaligus ketua bidang Pendidikan dan Litbang PP Muhamadiyah, serta seorang penulis yang cukup produktif, tentunya memberikan harapan besar dapat membawa perubahan pendidikan di Indonesia ke arah yang lebih baik.
Namun apa yang terjadi, belum genap satu bulan menjabat, beliau mewacanakan program yang kontroversial dan mengundang polemik; full day school. Media massa segera memblow-up dan banjir kritik pun tidak bisa dihindari. Dari kalangan anggota DPR, akademisi, seniman,praktisi pendidikan, sampai orang tua siswa yang tidak habis pikir dengan kebijakan program ini ramai-ramai menumpahkan uneg-unegnya.
Belum selesai dengan permasalahan full day school, kontroversi demi kontroversi terus bermunculan seiring dengan wacana-wacana perubahan yang dilontarkan beliau di berbagai kesempatan.
Di antaranya adalah guru tidak akan dibebani administrasi yang berat lagi, kenaikan pangkat tidak lagi mengharuskan guru membuat karya ilmiah, dan kabar-kabar surgawi lainnya yang menjadi bahan empuk untuk 'digoreng' baik oleh media abal-abal pencari recehan, sampai media tingkat nasional.
Bukannya tidak baik, justru program-program yang dilontarkan beliau ini sebagian di antaranya adalah kebijakan yang selama ini diharapkan oleh guru. Sayangnya, dari sekian banyak wacana itu, belum ada satupun yang tertuang jelas di dalam peraturan atau instruksi yang bisa dijadikan pedoman dan acuan Guru dalam bertindak. Mungkin saja ada dalih ide itu sengaja dilemparkan ke publik guna mendapat masukan terlebih dahulu dari berbagai kalangan. Tetapi jika benar demikian halnya, di mana peran dan fungsi Badan Akreditasi Nasional dan Badan Standar Nasional Pendidikan? Apa gunanya LPMP dan lembaga-lembaga Independen di bidang pendidikan lainnya? Bukankah semestinya kebijakan yang menyangkut dunia pendidikan sudah melalui penelitian, uji kelayakan dan lain-lainnya yang di dalam kementerian memang sudah ada bagian tugas dan kewenangannya?
Kelanjutan Program Guru Pembelajar
Untungnya, meskipun di beberapa hal nampak ketidaksinambungan program yang dijalankan oleh ketiga Bapak Menteri Pendidikan kita, di beberapa program rutin tetap berjalan. Beberapa di antaranya adalah Program Guru Pembelajar, pelatihan Kurikulum 2013, dan program-program rutin seperti peningkatan kompetensi guru, simposium guru serta lomba-lomba untuk guru dan tenaga kependidikan (GTK).
Nah, menyoal tentang program Guru Pembelajar yang digagas oleh pak Anies, saat ini masih tengah berjalan berbagai pelatihan dan kegiatan-kegiatan daring yang dilakukan oleh para guru pembelajar se Indonesia. Program guru pembelajar ini merupakan langkah strategis pemerintah yang cukup efektif untuk meningkatkan kompetensi guru. Dampaknya bisa langsung terlihat dari semakin banyaknya guru yang melek internet, mulai mengakrabi laptop, berkomunikasi aktif di media sosial dan saling berbagi pengetahuan via daring.
Pendeknya ada beberapa kompetensi yang jelas meningkat dengan adanya program guru pembelajar ini, meski muaranya guru dapat melakukan pembelajaran yang menarik dan berinovasi sesuai kebutuhan materi masih belum terukur. Program guru pembelajar yang menggunakan moda daring ini ternyata berhasil menarik animo para guru. Salah satu indikator yang bisa dijadikan bukti adalah munculnya pelbagai forum dan grup diskusi tentang pelaksanaan kegiatan Guru Pembelajar. Salah satu grup di facebook yang cukup banyak anggotanya adalah grup "Guru Pembelajar GP" dengan jumlah member sebanyak 132 ribu dan terus bertambah. Bukan melihat jumlah anggotanya yang fantastis, tetapi diskusi yang terjadi di dalamnya benar-benar menggambarkan antusiasme para Guru dalam merespon program guru pembelajar.
salah satu Grup Guru Pembelajar di facebook |
Sehubungan dengan itu, pemerintah dalam hal ini Kementerian Pendidikan Indonesia harus berperan aktif dan gencar mengedukasi guru-guru--yang notabene sebagai ujung tombak pendidikan--untuk dapat memanfaatkan teknologi secara benar dan bertanggung jawab.
Tidak cukup hanya berhenti pada program guru pembelajar yang bertujuan untuk meningkatkan kompetensi guru sesuai bidang tugasnya, akan tetapi juga dalam hal aktifitas dan kesehariannya yang tercermin di dalam perbuatan dan tulisannya di media sosial seperti facebook, twitter, blog, atau media lainnya yang sangat besar peluangnya diakses dan dibaca oleh siswanya. Sebab guru merupakan role model atau contoh bagi para peserta didik sehingga tampilan awal guru sangat berpengaruh terhadap kelanjutan pembelajaran para peserta didik.
Tidak hanya pemerintah, tetapi menjadi tanggung jawab kita bersama sebagai warga negara Indonesia, untuk ikut andil mengedukasi guru-guru di Indonesia dan masyarakat luas pada umumnya dengan membagikan hal-hal baik dan positif. Tak terkecuali para pembaca blog ini, diharapkan mampu lebih dari sekedar itu; bisa membuat dan menyajikan konten-konten bermutu untuk dapat dikonsumsi masyarakat Indonesia.
Masih begitu banyak PR bagi dunia pendidikan di Indonesia ini. Perbaikan akses dan infrastruktur sekolah, peningkatan kompetensi guru, perbaikan struktur kurikulum, pemerataan guru, sistem evaluasi yang efektif dan pendidikan karakter untuk siswa adalah gambaran dari beberapa permasalahan yang harus segera dicari solusinya. Sedemikian kompleks dan hampir semuanya membutuhkan prioritas.
permasalahan pendidikan di Indonesia |
Semoga pemerintahan yang sekarang ini mampu menyusun formula yang tepat dan mengambil kebijakan yang sesuai untuk mengatasi semua permasalahan tersebut. Utamanya dalam hal pemberdayaan dan peningkatan kompetensi guru, sebab pada akhirnya, sehebat apapun menteri dan pejabat pengambil kebijakan, sesempurna apapun kurikulum, secanggih dan selengkap bagaimanapun fasilitas sekolah, peran guru dalam menentukan hitam putihnya siswa tetap yang utama. Apapun kurikulumnya jika cara mengajarnya tetap ceramah ya 'sami mawon' alias sama saja.
faktor penentu prestasi siswa Berdasarkan penelitian Profesor John Hattie dari University of Auckland yang dirujuk Dirjen GTK |
Alternatif peningkatan kompetensi guru yang sejalan dengan program guru pembelajar perlu direncanakan. Yang semula hanya pada budaya literasi, belajar dan mengkonsumsi ilmu, selanjutnya perlu diupayakan sampai pada budaya menulis, menuangkan ide dan solusi terhadap berbagai permasalahan khususnya di seputar dunia pendidikan.
Upaya Kementerian pendidikan memancing para guru untuk menulis melalui berbagai lomba penulisan karya ilmiah, Lomba best practice, dan simposium guru terbukti lebih efektif ketimbang dengan cara 'memaksa' guru menulis karya ilmiah sebagai salah satu syarat kenaikan pangkat. Hal ini sesuai dengan konsep pendidikan andragogik bahwa untuk membelajarkan orang dewasa tidak bisa menggunakan cara-cara seperti pada membelajarkan anak.
Sudah selayaknya kerja pemerintah yang sudah bagus ini kita apresiasi dan dukung sepenuhnya. Setidaknya jika memang belum mampu memberikan solusi kita masih bisa berkontribusi dengan selemah-lemahnya tindakan; tidak ikut menjadi bagian dari permasalahan.
"Sekiranya tidak bisa menjadi bagian dari solusi, diam dan bekerja sajalah.."
Semoga dunia pendidikan di Indonesia senantiasa bergerak ke arah yang lebih baik, seiring dengan meningkatnya kualitas hidup dan sumber daya manusianya.
0 Response to "Program Guru Pembelajar Untuk Pendidikan Yang Berkualitas"
Post a Comment
Manfaatkan kotak komentar di bawah ini untuk feed back dan sumbang saran. Terima kasih sudah ikut berkontribusi di blog Matematrick.